
Tidak
ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Sebab kesabaran adalah nafas yang
menentukan lama tidaknya sebuah keberanian bertahan dalam diri seorang pahlawan.
Maka
dahulu ulama kita mengatakan: “Keberanian itu, sesungguhnya hanyalah kesabaran
sesaat.”
Risiko
adalah pajak keberanian. Dan hanya kesabaran yang dapat menyuplai seorang
pemberani dengan kemampuan untuk membayar pajak itu terus-menerus. Dan itulah
yang dimaksud Allah swt dalam firman-Nya: “Jika ada di antara kamu dua puluh
orang penyabar, niscaya mereka akan mengalahkan dua ratus orang. Dan jika ada
di antara kamu seratus orang (penyabar), niscaya mereka akan mengalahkan seribu
orang kafir.”(QS. 8: 65).
Ada
banyak pemberani yang tidak mengakhiri hidup sebagai pemberani. Karena mereka
gagal menahan beban resiko. Jadi keberanian adalah aspek ekspansif dari
kepahlawanan. Tapi kesabaran adalah aspek defensifnya. Kesabaran adalah daya
tahan psikologis yang menentukan sejauh apa kita mampu membawa beban idealisme
kepahlawanan, dan sekuat apa kita mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup.
Mereka yang memiliki sifat ini pastilah berbakat menjadi pemimpin besar. Coba
simak firman Allah swt ini: “Dan Kami jadikan di antara mereka sebagai
pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
bersabar dan mereka selalu yakin dengan ayat-ayat Kami.” (QS. 32 : 24).
Demikianlah
kemudian ayat-ayat kesabaran turun beruntun dalam Qur’an dan dijelaskan dengan
detil beserta contoh aplikasinya oleh Rasulullah saw, sampai-sampai Allah
menempatkan kesabaran dalam posisi yang paling terhormat ketia la mengatakan:
“Mintalah pertolongan dengan kesabaran dan sholat. Sesungguhnya urusan ini
amatlah berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. 2: 45 )
Rahasianya
adalah karena kesabaran ibarat wanita yang melahirkan banyak sifat lainnya.
Dari kesabaranlah lahir sifat santun. Dari kesabaran pula lahir kelembutan.
Bukan hanya itu. Kemampuan menjaga rahasia juga lahir dari rahim kesabaran.
Demikian pula berturut-turut lahir kesungguhan, kesinambungan dalam bekerja dan
yang mungkin sangat penting adalah ketenangan.
Tapi
kesabaran itu pahit. Semua kita tahu begitulah rasanya kesabaran itu. Dan
begitulah suatu saat Rasulullah saw mengatakan kepada seorang wanita yang
sedang menangisi kematian anaknya: “Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada
benturan pertama.” (Bukhari dan Muslim). Jadi, yang pahit dari kesabaran itu
hanya permulaannya. Kesabaran pada benturan pertama menciptakan kekebalan pada
benturan selanjutnya. “Mereka memanahku bertubi-tubi, sampai-sampai panah itu
hanya menembus panah,” kata penyair Arab nomor wahid sepanjang sejarah,
Al-Mutanabbi.
Mereka
yang memiliki naluri kepahlawan dan keberanian, harus mengambil saham terbesar
dari kesabaran. Mereka harus sabar dalam segala hal: dalam ketaatan,
meninggalkan maksiat atau menghadapi cobaan. Dan dengan kesabaran tertinggi,
“sampai akhirnya kesabaran itu sendiri yang gagal mengejar kesabarannya,” kata
Imam Ibnul Qayyim.
Anis
Matta: Mencari Pahlawan Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar