Oleh : Ustadz KH Rahmat
Abdullah (Allahu yarham)

Ruh pun – dengan
karakternya sebagai ciptaan ALLAH – menerobos kesulitan mengaktualisasikan
dirinya yang klasik saat tarikan gravitasi ‘bumi jasad’ memberatkan
penjelajahannya menembus hambatan dan badai cakrawala.
Kini – di bulan ini
(Ramadhan)– ia jadi begitu ringan, menjelajah ‘langit ruhani’. Carilah bulan –
diluar Ramadlan – saat orang dapat mengkhatamkan tilawah satu, dua, tiga sampai
empat kali dalam sebulan. Carilah momentum saat orang berdiri lama di malam
hari menyelesaikan sebelas atau dua puluh tiga rakaat. Carilah musim kebajikan
saat orang begitu santainya melepaskan ‘ular harta’ yang membelitnya.
Inilah momen yang
membuka seluas-luasnya kesempatan ruh mengeksiskan dirinya dan mendekap
erat-erat fitrah dan karakternya.
Marhaban ya Syahra Ramadlan Marhaban Syahra’ Shiyami
Marhaban ya Syahra Ramadlan Marhaban Syahra’ al-Qiyami
Keqariban di Tengah Keghariban (pendekatan diri ditengah
keterasingan)
Ahli zaman kini mungkin leluasa menertawakan muslim badui yang
bersahaja, saat ia bertanya: “Ya Rasul ALLAH, dekatkah Tuhan kita, sehingga
saya cukup berbisik saja atau jauhkah Ia sehingga saya harus berseru
kepada-Nya?”
Sebagian kita telah
begitu ‘canggih’ memperkatakan Tuhan. Yang lain merasa bebas ketika
‘beban-beban orang bertuhan’ telah mereka persetankan.
Bagaimana rupa hati
yang Ia tiada bertahta disana? Betapa miskinnya anak-anak zaman, saat mereka
saling benci dan bantai. Betapa sengsaranya mereka saat menikmati kebebasan
semu; makan, minum, seks, riba, suap,
syahwat, dan seterusnya. padahal mereka masih berpijak di bumi-Nya.
syahwat, dan seterusnya. padahal mereka masih berpijak di bumi-Nya.
Betapa menyedihkan, kader
yang grogi menghadapi kehidupan dan persoalan, padahal Ia yang memberinya titah
untuk menuturkan pesan suci-Nya. Betapa bodohnya masinis yang telah mendapatkan
peta perjalanan, kisah kawasan rawan, mesin kereta yang luar biasa tangguh dan
rambu-rambu yang sempurna, lalu masih membawa keluar lokonya dari rel, untuk
kemudian menangis-nangis lagi di stasiun berikut, meratapi kekeliruannya.
Begitulah berulang
seterusnya.
seterusnya.
Semua ayat dari 183-187 surat Al-Baqarah bicara secara tekstual
tentang puasa. Hanya satu ayat yang tidak menyentuhnya secara tekstual, namun
sulit untuk mengeluarkannya dari inti hikmah puasa. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(katakanlah): ‘Sesungguhnya Aku ini dekat…” (Al-Baqarah:185).
Apa yang terjadi pada manusia
dengan dada hampa kekariban (kedekatan) ini? Mereka jadi pandai tampil dengan
wajah tanpa dosa didepan publik, padahal beberapa menit sebelum atau sesudah
tampilan ini mereka menjadi drakula dan vampir yang haus darah, bukan lagi
menjadi nyamuk yang zuhud. Mereka menjadi lalat yang
terjun langsung ke bangkai-bangkai, menjadi babi rakus yang tak bermalu, atau kera, tukang tiru yang rakus.
terjun langsung ke bangkai-bangkai, menjadi babi rakus yang tak bermalu, atau kera, tukang tiru yang rakus.
Bagaimana mereka
menyelesaikan masalah antar mereka? Bakar rumah, tebang pohon bermil-mil,
hancurkan hutan demi kepentingan pribadi dan keluarga, tawuran antar warga atau
anggota lembaga tinggi negara, bisniskan hukum,
jual bangsa kepada bangsa asing dan rentenir dunia. Berjuta pil pembunuh mengisi kekosongan hati ini. Berapa lagi bayi lahir tanpa status bapak yang syar’i? Berapa lagi rakyat yang menjadi keledai tunggangan para politisi
bandit? Berapa banyak lagi ayat-ayat dan pesan dibacakan sementara hati tetap membatu? Berapa banyak kurban berjatuhan sementara sesama saudara saling tidak peduli?
jual bangsa kepada bangsa asing dan rentenir dunia. Berjuta pil pembunuh mengisi kekosongan hati ini. Berapa lagi bayi lahir tanpa status bapak yang syar’i? Berapa lagi rakyat yang menjadi keledai tunggangan para politisi
bandit? Berapa banyak lagi ayat-ayat dan pesan dibacakan sementara hati tetap membatu? Berapa banyak kurban berjatuhan sementara sesama saudara saling tidak peduli?
Nuzul Qur’an di Hira, Nuzul di Hati
Ketika pertama kali Alqur’an diturunkan, ia telah menjadi
petunjuk untuk seluruh manusia. Ia menjadi petunjuk yang sesungguhnya bagi
mereka yang menjalankan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Ia
benar-benar
berguna bagi kaum beriman dan menjadi kerugian bagi kaum yang zalim. Kelak saatnya orang menyalahkan rambu-rambu, padahal tanpa rambu-rambu kehidupan menjadi kacau. Ada juga orang berfikir, malam qadar itu selesai sudah, karena ALLAH menyatakannya dengan Anzalnahu (kami telah menurunkannya), tanpa melihat tajam-tajam pada katatanazzalu’l Malaikatu wa’l Ruhu (pada malam itu turun menurunlah Malaikat dan Ruh), dengan kata kerja permanen.
berguna bagi kaum beriman dan menjadi kerugian bagi kaum yang zalim. Kelak saatnya orang menyalahkan rambu-rambu, padahal tanpa rambu-rambu kehidupan menjadi kacau. Ada juga orang berfikir, malam qadar itu selesai sudah, karena ALLAH menyatakannya dengan Anzalnahu (kami telah menurunkannya), tanpa melihat tajam-tajam pada katatanazzalu’l Malaikatu wa’l Ruhu (pada malam itu turun menurunlah Malaikat dan Ruh), dengan kata kerja permanen.
Bila malam adalah
malam, saat matahari terbenam, siapa warga negeri yang tak menemukan malam; kafirnya
dan mukminnya, fasiqnya dan shalihnya, munafiqnya dan shiddiqnya, Yahudinya dan
Nasraninya? Jadi apakah malam itu malam fisika yang meliput semua orang di
kawasan?
Jadi ketika Ramadlan di
gua Hira itu malamnya disebut malam qadar, saat turun sebuah pedoman hidup yang
terbaca dan terjaga, maka betapa bahagianya setiap mukmin yang sadar dengan
Nuzulnya Alqur’an di hati pada malam qadarnya masing-masing, saat jiwa
menemukan jati dirinya yang selalu merindu dan mencari sang Pencipta. Yang
tetap terbelenggu selama hayat dikandung badan, seperti badan pun tak dapat
melampiaskan kesenangannya, karena selalu ada keterbatasan bagi setiap
kesenangan. Batas makanan dan minuman yang lezat adalah kterbatasan perut dan
segala yang lahir dari proses tersebut. Batas kesenangan libido ialah
menghilangnya kegembiraan di puncak
kesenangan. Batas nikmatnya dunia ialah ketika ajal tiba-tiba menemukan rambu-rambu:Stop!
kesenangan. Batas nikmatnya dunia ialah ketika ajal tiba-tiba menemukan rambu-rambu:Stop!
Alqur’an dulu, baru yang lain
Bacalah Alqur’an, ruh
yang menghidupkan, sinari pemahaman dengan sunnah dan perkaya wawasan dengan
sirah, niscaya Islam itu terasa ni’mat, harmoni, mudah, lapang dan serasi.
Alqur’an membentuk frame berfikir. Alqur’an
mainstream perjuangan. Nilai-nilainya menjadi tolok ukur keadilan, kewajaran dan kesesuaian dengan karakter, fitrah dan watak manusia. Penguasaan outline-nya menghindarkan pandangan parsial juz-i. Penda’wahannya dengan kelengkapan sunnah yang sederhana, menyentuh dan aksiomatis, akan memudahkan orang memahami Islam, menjauhkan perselisihan dan menghemat energi ummat.
mainstream perjuangan. Nilai-nilainya menjadi tolok ukur keadilan, kewajaran dan kesesuaian dengan karakter, fitrah dan watak manusia. Penguasaan outline-nya menghindarkan pandangan parsial juz-i. Penda’wahannya dengan kelengkapan sunnah yang sederhana, menyentuh dan aksiomatis, akan memudahkan orang memahami Islam, menjauhkan perselisihan dan menghemat energi ummat.
Betapa da’wah Alqur’an
dengan madrasah tahsin, tahfiz dan tafhimnya telah membangkitkan kembali
semangat keislaman, bahkan di jantung tempat kelahirannya sendiri. Ahlinya
selalu menjadi pelopor jihad di garis depan,
jauh sejak awal sejarah ummat ini bermula. Bila Rasulullah meminta orang menurunkan jenazah dimintanya yang paling banyak penguasaan Qur’annya. Bila menyusun komposisi pasukan, diletakkannya pasukan yang lebih banyak
hafalannya. Bahkan di masa awal sekali, ‘unjuk rasa’ pertama digelar dengan pertanyaan ‘Siapa yang berani membacakan surat Arrahman di Ka’bah?’. Dan Ibnu Mas’ud tampil dengan berani dan tak menyesal atau jera walaupun pingsan dipukuli musyrikin kota Makkah.
jauh sejak awal sejarah ummat ini bermula. Bila Rasulullah meminta orang menurunkan jenazah dimintanya yang paling banyak penguasaan Qur’annya. Bila menyusun komposisi pasukan, diletakkannya pasukan yang lebih banyak
hafalannya. Bahkan di masa awal sekali, ‘unjuk rasa’ pertama digelar dengan pertanyaan ‘Siapa yang berani membacakan surat Arrahman di Ka’bah?’. Dan Ibnu Mas’ud tampil dengan berani dan tak menyesal atau jera walaupun pingsan dipukuli musyrikin kota Makkah.
Puasa: Da’wah, tarbiah, jihad dan disiplin
Orang yang tertempa
makan (sahur) di saat enaknya orang tertidur lelap atau berdiri lama malam hari
dalam shalat qiyam Ramadlan setelah siangnya berlapar-haus, atau menahan semua
pembatal lahir-batin, sudah sepantasnya mampu mengatasi masalah-masalah da’wah
dan kehidupannya, tanpa keluhan, keputusasaan atau kepanikan. Musuh-musuh ummat
mestinya belajar untuk mengerti bahwa bayi yang dilahirkan di tengah badai
takkan gentar menghadapi deru angin. Yang biasa menggenggam api jangan diancam
dengan percikan air. Mereka ummat yang biasa menantang dinginnya air di akhir
malam, lapar dan haus di terik siang.
Mereka terbiasa memburu dan menunggu target perjuangan, jauh
sampai ke akhirat negeri keabadian, dengan kekuatan yakin yang melebihi
kepastian fajar menyingsing. Namun bagaimana mungkin bisa mengajar orang lain,
orang yang tak mampu memahami ajarannya sendiri? “Faqidu’s Syai’ la Yu’thihi” (Yang tak punya
apa-apa tak akan mampu memberi apa-apa).
Wahyu pertama turun di bulan Ramadlan, pertempuran dan mubadarah (inisiatif) awal di Badar juga di bulan
Ramadlan dan Futuh (kemenangan) juga di
bulan Ramadlan. Ini menjadi inspirasi betapa madrasah Ramadlan telah memproduk
begitu banyak alumni unggulan yang izzah-nya membentang dari masyriq ke maghrib
zaman.
Bila mulutmu bergetar
dengan ayat-ayat suci dan hadits-hadits, mulut mereka juga menggetarkan kalimat
yang sama. Adapun hati dan bukti, itu soal besar yg menunggu jawaban serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar