counter

Jumat, 02 Mei 2014

Nilai & Etika Lingkungan


“Nilai & Etika Lingkungan dalam Teori dan Aplikasinya”

  

  
Ns. Samsul Bahri, S. Kep,
13.13101.10.25

Dosen :
Prof. H. Supli Effendi Rahim, MSc, PhD.
.
PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
STIK BINA HUSADA
PALEMBANG
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

             Kehidupan manusia  sebagai mahluk sosial yang membutuhkan alam serta lingkungan untuk mencukupi ,memenuhi  dan mendukung kelangsungan hidupnya. Lingkungan merupakan tempat tiggal semua makhluk hidup. Dengan lingkungan yang bersih akan memberikan dampak yang baik bagi makhluk hidup yang tinggal di dalamnya  Kita sebagai mahluk hidup yang bersatu dan sangat membutuhkan  lingkungan tentu harus mempunyai etika dalam menempati dan berinteraksi dengan lingkungan sehingga kelestarian dan kenyamanannya dapat terjaga.  Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainya (Undang-undang No. 23 Tahun 1997).
            Dalam memilihara lingkungan kita haruslah memiliki etika, etika dalam  perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan Etika dapat dipahami sebagai filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika memberikan orientasi pada manusia agar manusia tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap berbagai pihak yang mau menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap begini atau begitu. Sehingga diharapkan etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggungjawabkan kehidupan kita.
            Etika merupakan  suatu disiplin ilmu yang membedakan apa yang baik dan buruk berkaitan dengan hutang budi dan kewajiban, dapat juga diartikan sebagai satuan prinsip moral atau nilai-nilai. Etika lingkungan adalah kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar      setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.Etika ini berkaitan dengan moral, baik buruknya sesuatu baik itu perilaku individu ataupun perbuatan.  Pencemaran lingkungan merupakan faktor terganggunya keseimbangan ekosistem, jika keseimbangan ekosistem terganggu maka ekosistem makhluk hidup juga akan terganggu pula. Untuk menanggulangi pencemaran lingkungan tersebut maka perlu adanya etika lingkungan yang dijunjung tinggi sehingga menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman. Kondisi lingkungan dapat berubah oleh campur tangan manusia dan faktor alam sehingga diperlukan keseimbangan lingkungan.
            Masalah etika sangat kompleks, tersebar di berbagai disiplin ilmu.etika lingkungan dapat digunakan sesuatu seperti  etika lingkungan dalam kehidupan sehari - hari. lingkungan merupakan suatu tempat untuk kita berinteraksi, merupakan sarana kita untuk memilki kehidupan sosial, agar terciptanya hubungan yang baik kita harus memiliki pedoman pengaplikasian etika lingkungan didalam kehidupan sehari - hari. Etika lingkungan sangatlah penting dalam menciptakan suatu keseimbangan alam, pada era globalisasi dan modern saat ini, etika sangatlah penting, karena dengan etika dapat menjaga sikap kita  dalam bertindak. Era modern membawa kita untuk maju baik secara berfikir, sikap serta pengetahuan. Saat ini teknologi pun semakin berkembang  pendidikan dapat disampaikan lewat media-media elektronik, namun kita tetap harus memperhatikan etika  agar pengaplikasian ilmu kita dapat menjaga keseimbangan alam itu sediri. Oleh karena itu kita perlu memahami pengaplikasian etika lingkungan dalam kehidupan sehari – hari.



BAB II
Tinjauan Pustaka


2.1    Pengertian Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan, sebagai berikut:
a)      Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b)      Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c)      Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup yang lain. Di samping itu, etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.

2.2    Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan menjadi dua  yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etikapemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
Etika lingkungan dangkal merupakan pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan fungsilingkungan sebagai sarana penyelenggaraan kepentingan manusia dan bersifat antroposentris. Etika lingkungan dangkal biasa diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik. Dalam hal ini, alam hanya dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Dalam pandangan etika ini, alam sesungguhnya memiliki fungsi kehidupan, patut dihargai dan diperlakukan dengan cara yang baik (etika lingkungan ekstensionisme atau preservasi). Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi kepentingan bersama, kepentingan manusia dan kepentingan alam itu sendiri.

2.3    Teori-Teori Etika
Teori-Teori etika ini terdapat 3 (tiga) bagian, yaitu :
a.    Etika Deontologi
Etika Deontologi ini berasal dari bahasa Yunani: deon (kewajiban); logos (ilmu/teori). Jadi etika deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Dan etika deontologi sama sekali tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut baik atau buruk.
b.    Etika Teleologi
     Etika Teleologi ini berasal dari bahasa Yunani: telos (tujuan); logos (ilmu/ teori). Jadi Etika Teleologi ini merupakan baik-buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan.Suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan baik dan mendatangkan tujuan yang baik bersifat situasional dan subjektif.
c.    Etika Keutamaan
Etika keutamaan ini sama dengan Virtue ethics, artinya mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Menurut Aristoteles: nilai moral ini muncul dari pengalaman hidup dalam masyarakat, dari teladan dan contoh hidup dari tokoh-tokoh besar dalam suatu masyarakat dalam menghadapi dan menyikapi persoalan-persoalan hidup yang sangat menekankan pentingnya sejarah, konsistensi, prinsip dan integritas moral.

2.4    Teori-Teori Etika Lingkungan
Teori-teori Etika lingkungan hidup
1.    Teori Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
2.    Teori Ekosentrisme
Ekosentrisme Berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
3.    Teori Egosentris
Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti “atom sosial” (J. Sudriyanto, 1992:4). Inti dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf (1990:31) menjelaskan : Bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri.
Dengan demikian, etika egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini didasarkan pada berbagai pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan dengan teori sosial liberal.
4.    Teori Biosentrisme
Teori Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community).
Inti pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup) pantas mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan merupakan inti pokok dari konsern moral. Prinsip moral yang berlaku adalah “mempertahankan serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral” (Light, 2003: 109).
Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
5.    Etika Homosentris
Etika homosentris mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini mendasarkan diri pada berbagai model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku lingkungan yang melindungi sebagian besar masyarakat manusia.
Etika homosentris sama dengan etika utilitarianisme, jadi, jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan itu pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka etika utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika homosentris atau utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut universalisme karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin orang dan etis karena ia menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme karena ia menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau manfaat dari tindakan tersebut (Sonny Keraf, 1990:34).
Seperti halnya etika egosentris, etika homosentris konsisten dengan asumsi pengetahuan mekanik. Baik alam mau pun masyarakat digambarkan dalam pengertian organis mekanis. Dalam masyarakat modern, setiap bagian yang dihubungkan secara organis dengan bagian lain. Yang berpengaruh pada bagian ini akan berpengaruh pada bagian lainnya. Begitu pula sebaliknya, namun karena sifat uji yang utilitaris, etika utilitarianisme ini mengarah pada pengurasan berbagai sumber alam dengan dalih demi kepentingan dan kebaikan masyarakat (J. Sudriyanto, 1990:16).
6.    Teosentrisme
Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan. Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur hubungan manusia dengan lingkungan. Untuk di daerah Bali, konsep seperti ini sudah ditekankan dalam suatu kearifan lokal yang dikenal dengan Tri Hita Karana (THK), dimana dibahas hubungan manusia dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan) dan hubungan manusia dengan lingkungan (Palemahan).
7.    Teori  Nikomakea
Teori  Nikomakea (bahasa Inggris : 'Nicomachean Ethics'), atau Ta Ethika, adalah karyaAristoteles tentang kebajikan dan karakter moral yang memainkan peranan penting dalam mendefinisikan etika Aristoteles. Kesepuluh buku yang menjadi etika ini didasarkan pada catatan-catatan dari kuliah-kuliahnya di Lyceum dan disunting atau dipersembahkan kepada anak lelaki Aristoteles, Nikomakus.
Teori  Nikomakea memusatkan perhatian pada pentingnya membiasakan berperilaku bajik dan mengembangkan watak yang bajik pula. Aristoteles menekankan pentingnya konteks dalam perilaku etis, dan kemampuan dari orang yang bajik untuk mengenali langkah terbaik yang perlu diambil. Aristoteles berpendapat bahwa eudaimonia adalah tujuan hidup, dan bahwa ucaha mencapai eudaimonia, bila dipahami dengan tepat, akan menghasilkan perilaku yang bajik.
8.    Zoosentrisme
Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.

2.5. Etika Pembangunan
Telah lama disadari bahwa warna pembangunan itu sangat kompleks dan berdimensi jamak. Pembangunan sejak awal dimaksudkan sebagai proses perubahan masyarakat menuju pencapaian yang lebih sejahtera dan  makmur, dengan memasukkan bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, hukum dan politik sebagai parameter dasar. Ternyata di tingkat praksis memunculkan banyak macam benturan di antara bidang-bidang tersebut. Inilah yang antara lain, kemudian memunculkan tesis-tesis  ''prioritas'' seperti untuk meningkatkan aktivitas ekonomi, pembangunan harus dikorbankan atau agar pertumbuhan ekonomi menjadi  tinggi, aspek pemerataan harus disingkirkan terlebih dulu. 
Pada titik inilah, jika ada yang harus dikorbankan (semestinya tidak ada yang harus dikorbankan), diperlukan tolok ukur yang lebih memadai untuk menempatkan prioritas tersebut. Artinya, karena dimensi pembangunan bukan cuma bidang ekonomi, parameter itu tidak cukup  memakai kuantifikasi ekonomi semata. Dari sinilah unsur etika bisa masuk dan sangat berperanan penting dalam menghitung setiap nisbah pembangunan yang dilaksanakan. Maksud etika di sini bukan sekadar suatu pemikiran sistematis tentang moral, melainkan lebih dari suatu pemahaman yang selalu menanyakan secara kritis dan mendasar terhadap segala hal (Franz Magnis Suseno, 1993).
 Sebagai sebuah parameter kritis dan mendasar, etika di sini selalu memposisikan dirinya sebagai alat pembantu untuk mendeteksi apakah kebijakan pembangunan yang dilakukan sesuai dengan cita-cita atau tidak. Etika akan selalu mempertanyakan, apa latar belakang suatu konsep atau kebijakan tersebut, siapa yang paling diuntungkan dan bagaimana cara mencapainya. Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut nantinya dipakai etika sebagai alat untuk menyikapinya. Entah menolak, merevisi atau menyepakatinya. Dalam perspektif inilah posisi etika berada, yang akan sangat ditentukan kepada siapa dan dengan cara bagaimana pembangunan itu diorientasikan.
 Pemahaman seperti itu membuat masuk dan mengorientasikan unsur etika dalam pembangunan, berarti menghitung sampai seberapa besar rasio pembangunan terhadap kepentingan dan keperluan makhluk ciptaan Tuhan. Jika rasio pembangunan itu lebih mengarah kepada pendangkalan kodrat manusia, seperti dehumanisasi, eksploitasi, immoralitas dan perusakan lingkungan; secara etik pembangunan yang dijalankan tersebut sudah kehilangan keabsahannya. Sebaliknya, jika pembangunan memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia, secara etik pembangunan tersebut  menuju kepada target semula, yakni demi kemajuan, keadilan dan kebenaran.

2.6. Hubungan Pembangunan dan Lingkungan
Telah diketahui, ideologi pembangunan yang materialistik selama ini telah mendorong proses pembangunan yang luar biasa. Capaian pembangunan materialistik juga harus diakui membawa banyak manfaat. Namun, perlu diakui pula capaian pembangunan ini belum membawa kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Bahkan cenderung terjadi gap yang dalam dan lebar antara mereka yang over consumption dan mereka yangunder consumption. Dari perspektif ini, menjadi penting kemudian melihat kembali etika dan kearifan lingkungan sebagai dasar dari proses pembangunan.
Ada dua pandangan ekstrem etika lingkungan yang dapat dipertentangkan. Pertama, biasa dikenal dengan pandangan anthropocentris yang menekankan bahwa manusia sebagai subjek utama dunia dan harus mendapat prioritas dalam pemanfaatan lingkungan dan sumber daya. Perspektif ini melihat, proses pembangunan dan implikasi terhadap lingkungan dipandang sebagai satu keniscayaan, sejauh proses tersebut diperuntukkan bagi kesejahteraan manusia. Pandangan ini mewarnai dan menjiwai proses pembangunan yang eksploitatif selama ini. Sering pula digunakan sebagai alat justifikasi setiap keputusan pembangunan yang dilakukan manusia. Dalam banyak kasus, pandangan ini juga dipakai manusia untuk menjustifikasi motif dan tindakan serakahnya. Jelas ini berdampak pada kerusakan lingkungan.
Pembangunan sesungguhnya merupakan wacana moral dan kultural. Hal ini disebabkan karena yang menjadi persoalan utama adalah pada bentuk dan arah peradaban seperti apa yang akan dikembangkan manusia di Bumi ini. Kearifan lingkungan lokal, sekaligus plural perlu terus dikembangkan. Tetapi tidak hanya diposisikan sebagai upaya untuk ”melawan” kecenderungan globalisasi dan westernisasi, melainkan satu ”pilihan”. Dengan kata lain, pengembangkan kearifan lingkungan tidak selalu harus ”dibenturkan” globalisasi/westernisasi, karena dia adalah ”keyakinan” sekaligus ”pilihan-pilihan” sadar tiap kelompok manusia di Bumi untuk mengembangkan peradaban yang plural, sekaligus identitas yang beragam.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar kita baik benda mati amuun benda hidup. Sedangkan lingkungan hidup adalah suatu wadah atau tampat dimana didalamnya terdapat segala mahlik hidup maupum benda mati yang membangu hibungan salin g terkait termasuk perilaku manusia. Menurut Undang-Undang RI No.4 tahun 1982 adalah kesatuan ruang dengan semua bendanya, keadaan mahluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Sedangkan lingkungan itu sendir adalah tempat dan peran manusia diantara mahlik hidup dan komponen mahluk hidup lainnya.

2.7 Pembangunan Berwawasan Lingkungan

Pada hakekatnya pembangunan berkelanjutan merupakan aktivitas memanfaatkan seluruh sumberdaya, guna meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat manusia. Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya juga merupakan upaya memelihara keseimbangan antara lingkungan alami (sumberdaya alam hayati dan non hayati) dan lingkungan binaan (sumberdaya manusia dan buatan), sehingga sifat interaksi maupun interdependensi antar keduanya tetap dalam keserasian yang seimbang. Dalam kaitan ini, eksplorasi maupun eksploitasi komponen-komponen sumberdaya alam untuk pembangunan, harus seimbang dengan hasil/produk bahan alam dan pembuangan limbah ke alam lingkungan. Prinsip pemeliharaan keseimbangan lingkungan harus menjadi dasar dari setiap upaya pembangunan atau perubahan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keberlanjutan fungsi alam semesta.
Sistem masukan dan keluaran dalam pembangunan yang berwawasan lingkungan, dapat dikontrol dari segi sains dan teknologi. Penggunaan perangkat hasil teknologi diarahkan untuk tidak merusak lingkungan alam, serta bersifat ‘teknologi bersih’, dan mengutamakan sistem daur ulang. Arah untuk menjadikan produk ramah lingkungan, dan menekan beaya eksternal akibat produksi tersebut harus menjadi orientasi bagi setiap usaha pemanfaatan sumberdaya alam untuk kesejahteraan masyarakat. Mekanisme pengaturan keseimbangan sistem masukan dan keluaran akan ditentukan oleh kepedulian atau komitmen sumberdaya manusia, sistem yang berlaku, infrastruktur fisik, sumberdaya lain yang dibutuhkan. Dengan prinsip keterlanjutan, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan perlu disusun dalam arah strategis untuk menyelamatkan aset lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Upaya peningkatan kesejahteraan manusia harus seiring dengan kelestarian fungsi sumberdaya alam, agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga dan potensi keanekaragaman hayati tidak akan menurun kualitasnya.

2.8.   Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan
Tata ruang adalah wujud struktural pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan maupun tidak, sedangkan yang dimaksud ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang untuk berbagi lokasi pemanfaatan ruang.
Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai proses ekologi merupakan satu kesatuan yang mantap. Sehingga perencanaan dan pengelolaannya harus memperhatikan lingkungan hidup yang sesuai dengan dasar dari pembangunan berkelanjutan.
Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup harus di dasarkan pada prinsip Pembangunan Berkelanjutan (PB) yang berwawasan lingkungan. Komitmen untuk mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial dalam melaksanakan Pembangunan Berkelanjutan harus dilakukan secara konsisten, melalui pendekatan holistik. Dengan demikian, setiap usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan, perlu didasari dengan semangat kebersamaan, kemitraan, keberlanjutan dan akuntabilitas pada semua fihak yang terkait dengan Pembangunan Berkelanjutan. Kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keberlanjutannya merupakan tugas bersama dari pemerintah, swasta dan masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH), dan bertumpu pada kemitraan pemerintah dan masyarakat. Upaya untuk memperluas jangkauan kepedulian dan kesadaran lingkungan hidup perlu terus ditumbuhkan, agar dapat mengikat komitmen semua fihak yang terkait guna terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan. Untuk itu diperlukan panduan integrative untuk dapat secara nyata memasukkan pertimbangan lingkungan ke dalam seluruh perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia.


2.9. Masalah Dalam Etika Lingkungan
Berbagai kerusakan lingkungan sebenarnya tidak pernah lepas dari bagaimana sikap manusia dalam memanfaatkan alam. Cara pandang antroposentris telah membawa manusia pada titik puncak kekuasaannya terhadap alam. Sikap mementingkan diri sendiri dan sikap tidak bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap lingkungan, telah menyebabkan manusia sebagai dalang utama dalam kerusakan lingkungan.
Terlepas dari berbagai kerusakan alam yang terjadi, memang sudah ada hukum dan undang-undang mengenai lingkungan hidup. Tetapi perundang-undangan dan hukum-hukum tersebut belum begitu maksimal dalam aplikasi di lapangan. Sementara peran hukum sangat penting dalam mengatasi persoalan lingkungan. Terlebih manusia sebagai makhluk sosial mempunyai dua keterikatan hukum, yaitu sebagai warna Negara dan sebagai pemeluk suatu agama.

2.10 Pemanfaatan lingkungan rumah
            Pemanfaatan rumah beretika lingkungan adalah salah satu contoh etika lingkungan dalam dengan jenis etika ekosentrisme. Ada banyak cara untuk memanfaatkan lingkungan sesuai dengan etika lingkungan, antara lain :
a.       Rumah tadah hujan
Rumah tadah hujan yaitu sebuah konsep rumah yang akan membantu sebagai tempat penyimpanan air dikala musim penghujan yang akan di gunakan di musim kemarau yang panjang apalagi di daerah yang musim penghujannya jarang."


    

      b. Kolam ikan
Kolam merupakan suatu perairan buatan yang luasnya terbatas dan sengaja dibuat manusia agar mudah dikelola dalam hal pengaturan air, jenis hewan budidaya dan target produksinya. Kolam selain sebagai media hidup ikan juga harus dapat berfugsi sebagai sumber makanan alami bagi ikan, artinya kolam harus berpotensi untuk dapat menumbuhkan makanan alami.




c. Kebun / Taman
Rumah dan kebun/taman merupakan reinterpretasi sosial budaya masyarakat terhadap alam dan kehidupan tempat tinggalnya. Rumah adalah tempat hunian untuk beristirahat, bersosialisasi, berkeluarga, dan beribadah. Kebun/taman merupakan cermin energi alam sebagai sumber kehidupan. Maka, jika rumah dan kebun/taman dirancang sebagai satu kesatuan yang harmonis akan memberikan energi kehidupan kepada penghuni.



BAB III
KESIMPULAN

Manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Dengan  etika yang didasari ilmu pengetahuan maka kita akan bisa menjaga lingkungan,sehingga dapat mengurangi kita dari sikap yang  dapat merusak lingkungan.  Etika membawa kita menjadi orang yang lebih berahlak dan besikap sopan santun.
Ilmu pengetahuan dan tekhnologi membawa kita untuk dapat berkembang dan maju sehingga kita dapat melakukan inovasi  untuk menjaga lingkungan Oleh karena itu aplikasi etika sangatlah penting  sebagai dasar kehidupan. Prinsip-prinsip etika lingkungan meliputi: sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab, solidaritas, kasih sayang dan kepedulian, tidak merugikan alam, hidup sederhana dan selaras dengan alam, keadilan, demokrasi, dan integritas moral. Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.



DAFTAR PUSTAKA

Hargrove, Eugene C,  Etika Lingkungan Dasar,  Prentice Hall: New Jersey, 1989 

Soeriaatmadja, R.E, Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB, 2003 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar